RAKYAT MOLO UTARA MELAWAN PERTAMBANGAN MARMER
RAKYAT MOLO UTARA MELAWAN PERTAMBANGAN MARMER
Banyak kasus
penambangan di Indonesia yang bermasalah karena mengeksploitasi alam
sekitarnya. Pertambangan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka
upaya pencarian, penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan
penjualan bahan galian (mineral, batubara, panas bumi, migas). Semua proyek pertambangan, terutama pertambangan terbuka memerlukan
lahan dalam jumlah sangat besar untuk membangun lubang tambang, pabrik pengolah
biji besi, perumahan karyawan. Tentunya proses penggalian dan pengambilan
batuan akan menggusur lahan pertanian, hutan, dan sumber air (hidrologi). Aktivitas ini menyebabkan terjadinya tata air
setempat, resiko bencana, longsor serta banjir. Karena permukaan tanah dikupas,
digali, menjadi lubang-lubang raksasa. Banyak kasus hilangnya keanekaragaman
hayati dan mata pencaharian penduduk terutama yang hidupnya bergantung pada
hutan. Lebih dari itu, perubahan bentangan
alam juga akan mengubah tatanan ekologi yang selama ini ada, dan malah membawa
malapetaka. Sering orang beranggapan bahwa gunung tidak punya manfaat. Padahal
gunung itu berfungsi untuk mengurangi dan menahan lajunya kecepatan angin.
Eksploitasi
alam yang sangat berlebihan hingga merusak alam pun juga terjadi di daerah Molo
Utara, Nusa Tenggara Timur. Sebuah aktivitas penambangan marmer yang dilakukan
oleh PT. SIPON MULTI AKTIF (SMA) sejak tahun 2006 telah
menghancurkan gunung Anjanausus yang sangat penting bagi rakyat sekitarnya.
Rakyat Molo Utara tentu saja menolak sangat keras adanya pertambangan itu.
Segala upaya telah dilakukan oleh rakyat Molo Utara untuk merebut kembali
gunung Anjanausus ke tangan mereka. Berbagai macam bentuk sikap
penolakan tampak dalam tindakan rakyat, mulai dari menulis di surat pembaca
media massa, mengirim delegasi untuk berdiaolog dengan pemerintah, DPRD dan
pengusaha, hingga aksi massa pendudukan dan blokade areal dan aktivitas
pertambangan yanng beberapa kali berakhir dengan penangkapan dan pemenjaraan
rakyat.
Dengan
adanya peristiwa penangkapan warga ini seolah-olah menunjukkan bahwa pemerintah
lebih memihak pemilik tambang. Maka warga pun berinisiatif untuk melakukan aksi
penolakan berupa demo dan pemblokadean pertambangan yang berujung tewasnya
beberapa warga Desa Molo Utara. Meskipun
kesedihan warga Molo Utara semakin bertambah karena harus kehilangan anggota
keluarga mereka, tetapi hal tersebut tak jua mematahkan semangat perlawanan
mereka. Kini, akhirnya perlawanan warga pun membuahkan hasil. Mereka akhirnya
berhasil mengusir pihak penambang dari tanah milik leluhur mereka. Meskipun
para penambang akhirnya pergi, tetapi gunung Anjanausus sudah terlanjur rusak.
Akhirnya warga pun tetap membiarkan sisa-sia aktivitas pertambangan agar tetap
ditempatnya sebagai bentuk peringatan bahwa rakyat Molo Utara pernah mengalami
duka yang sangat mendalam.
Komentar
Posting Komentar